“Karena cinta,” ujar Mas Gava tiba-tiba setelah dari tadi diam.
“Tidak masuk akal, bahkan kita tidak pernah bertemu sebelumnya, Mas. Kita pertama kali bertemu di pengungsian,” sanggahku dan menatapnya tajam.
Bapak dan Ibu juga memandang Mas Gava, tetapi anehnya wajah mereka terlihat mengkhawatirkan sesuatu. Kemudian Mas Gava berkata lagi, “Kalau bukan karena cinta, memangnya karena apa?”
“Terus kenapa saat bertemu pertama kali di pengungsian, Mas Gava judes banget?” protesku lagi. “Mas Gava tahu tidak, bahkan kita menjuluki dokter judes misterius.”
“Itu semua karena kamu, sudah bandel tidak mau sadar dengan kondisi sendiri pula,” jawab Mas Gava.
“Lah, aku kan ….” Belum selesai aku membantah perkataan Mas Gava, Bapak sudah menghentikan perdebatan kami. “Sudah, sudah kok malah berdebat, sebaiknya sekarang kita istirahat, sudah malam.”
Meskipun belum puas dengan penjelasan mereka, aku menuruti saran Bapak. Masuk ke kamar dan bersiap tidur. Namun, mataku enggan terpejam, mungkin karena masih penasaran.
Aku melihat laptop Mas Gava di meja. Awalnya hanya iseng membuka laptop untuk menonton drama Korea, siapa tahu ada yang menarik. Namun, tanpa sengaja sebuah folder yang berisi foto-foto Mas Gava terbuka. Banyak sekali foto dari mulai bayi sampai dewasa. Diantara sekian banyak foto, ada sebuah foto yang menarik perhatianku.
Foto Mas Gava dengan beberapa teman dokternya di depan sebuah ruangan rumah sakit tanpa seragam dokter. Aku merasa pernah melihat baju dan jam tangan yang dikenakannya. Astagfirullah al lazim, orang yang menabrakku memakai baju dan jam tangan yang sama. Meski samar-samar dan posisinya telungkup, aku masih melihatnya sebelum tidak sadarkan diri. Apalagi bayangan peristiwa itu sering datang dalam mimpi. Jangan-jangan ….
Aku berlari keluar kamar, tetapi saat sampai di luar, Bapak masih berada di ruang keluarga. Terpaksa aku kembali ke kamar dan menelepon Mas Gava, tetapi berulang kali hanya suara operator yang menjawab. Sial! Karena baru terlelap setelah dini hari, aku terlambat bangun. Pukul 05.15 WIB baru salat subuh dan ketika mencari Mas Gava di kamar tamu hanya tertinggal sebuah surat di atas meja.
Teruntuk bidadari surgaku,
Pramesti Putri Hamdani
Maafkan aku, Sayang. Jika aku terpaksa menulis surat untuk memberikan penjelasan padamu, bukan karena pengecut tetapi karena aku harus kembali ke rumah sakit. Ada pasien kritis dan harus mendapatkan penanganan secepatnya.
Saat hujan kala itu, aku dikejar waktu harus segera ke bandara. Hari itu adalah jadwal keberangkatanku ke Amerika untuk mengurus administrasi melanjutkan kuliah spesialis. Nahas, karena jalan licin akibat air hujan, ban mobil selip dan tergelincir, hingga menabrak seseorang yang sedang berjalan dengan beberapa temannya.
Ternyata orang itu adalah kamu, Sayang. Jujur awalnya menikahimu adalah sebagai bentuk tanggung jawab, apalagi setelah Ibu bercerita tentang Daru sambil menangis. Maka setelah melewati mati suri dan masih dalam keadaan koma, 11 November 2019 aku menikahimu, Sayang. Namun, ketika aku menjabat tangan Bapak dan mengucapkan akad, entahlah aku merasakan hatiku bergetar dan pikiranku berkata, “Bukankah datangnya jodoh tiada yang tahu. Mungkin itulah cara Allah mempertemukan kita.”
Setelah menikah, aku berangkat ke Amerika untuk kuliah. Sehingga ketika kamu sadar aku tidak berada di sisimu. Wabah cofid melanda, hingga aku baru bisa pulang ke tanah air akhir 2022 setelah lulus. Salah satu rumah sakit swasta di Malang menjadi tempatku bekerja di awal 2023. Tentu saja aku memilih Kota Malang karena kamu ada disana, Sayang.
Mungkin kamu tidak menyadarinya, seringkali kita bertemu dan menghabiskan waktu bersama tanpa sengaja meski dari jauh. Aku banyak mengetahui tentangmu, Sayang. Bahkan bertugas sementara di salah satu rumah sakit di Bojonegoro dan menjadi relawan pengungsi juga karenamu.
Kalau kamu bertanya, mengapa aku bersikap judes saat bertemu, itu karena untuk menutupi perasaanku yang sebenarnya. Aku cemburu melihatmu akrab dengan laki-laki lain. Aku tidak tahu pasti kapan rasa ini awalnya ada, yang jelas aku jatuh cinta kepadamu, Sayang. Dan ingin menyempurnakan pernikahan yang telah terjadi. Meski dimulai dengan awal yang salah, aku berharap semoga bisa berakhir dengan benar dan indah.
Sayang, izinkan aku menutup kisah kita yang lama dan memulai kisah yang baru. Kita mulai lagi dari awal. Meski belum ada cinta di hatimu, namun percayalah ada Dia yang membolak-balikkan hati manusia.
Jika kamu bersedia, kita bisa menikah ulang dan melaksanakan pesta sesuai harapan orang tua kita. Aku menantikan jawabanmu, Sayang.
Yang mencintaimu,
Mahendra Gava Subrata
Tepat saat aku selesai membaca surat Mas Gava, Ibu masuk dan duduk di sampingku. Dibelainya rambutku dan berkata dengan lembut, “Istikharah, Nak.”
Bersambung ….
#30DWC #30DWCJilid48 #Day29
@fighter30dwc
Komentar
Posting Komentar