Misteri Mayat Tanpa Busana

Ningsih adalah seorang asisten rumah tangga di sebuah rumah sepasang suami istri yang mempunyai dua orang anak laki-laki. Rumah besar dengan halaman luas tanpa pagar besi hanya dikelilingi tanaman hias saja, ciri khas rumah yang terletak di pedesaan. Selain Ningsih, ada Wati sebagai tukang masak, Pak Mamat sebagai sopir keluarga dan Parjo seorang tukang kebun. Namun dari keempat orang tersebut hanya Wati dan Pak Mamat yang menginap di rumah tersebut sedangkan Ningsih dan Parjo memilih tidur di rumahnya sendiri yang letaknya tidak jauh dari rumah sang majikan. 

Pagi menjelang siang Ningsih masuk ke rumah majikannya dengan perasaan tidak menentu, bagaimana tidak sebelum pergi ke pasar tadi pagi rumah masih dalam keadaan sepi tetapi sekarang hampir semua penghuni rumah berkumpul di ruang tengah dengan wajah ketakutan. Sementara nyonya rumah sibuk menenangkan tuan muda kecil yang tiada berhenti terisak. Sebelum ikut duduk menjadi pesakitan di ruang tengah dia menyempatkan untuk melihat keadaan kamar tamu yang pintunya sudah terbuka lebar. 

Hatinya miris melihat kamar tamu tersebut padahal dia ingat sekali sebelum pergi ke pasar kamar tersebut sudah dia bersihkan dan rapikan karena putra pertama sang majikan akan datang dari kota, benar kata pak Mamat di depan tadi bahwa ada “two body nude” yang sudah tidak bernyawa.  Siapa yang tega melakukan itu batinnya. Jendela terbuka lebar dan pecahan kaca berserakan, terdapat bola sepak di atas genangan air, sepasang sepatu pria dan wanita yang ikut basah oleh percikan air, beberapa buku di atas meja yang sudah ditutup koran bekas yang mulai basah. Sementara tongkat bisbol tergeletak begitu saja di dekat jendela dan topi bergelayut manja di balik pintu. Satu lagi terlihat lemari pakaian ikut terbuka dan beberapa pakaian menyembul mengintip keluar. Tak tahan dengan melihat kondisi kamar akhirnya dia ikut berkumpul di ruang tengah sambil menunggu titah sang Tuan rumah. Setelah beberapa saat akhirnya Tuan rumah datang dan memberikan titahnya.

“Baiklah sekarang semuanya dengarkan saya mau bicara, mari kita semua membereskan kekacauan ini karena sebentar lagi anak saya akan segera sampai dan saya akan menjemput ke stasiun”

“Sudahlah Nak, berhenti menangis, matamu sudah bengkak,” bujuk sang Tuan sambil membelai rambutnya yang hitam.

“Tapi aku masih sedih, Ayah." Tangannya meraih tisu di depannya untuk mengusap ingusnya.

“Boleh sedih tapi jangan sampai berlebihan.”

“Hiks ... hiks ... iya, Ayah.”

“Oke sekarang saya bagi tugas ya, biar pekerjaan cepat selesai," perintah sang Tuan kepada para pekerjanya.

“Siap Tuan.” Serempak  Ningsih, Wati dan Parjo  menjawab secara bersamaan.

“Parjo tolong segera kuburkan mayat itu di pekarangan belakang, Ningsih kamu bantu Wati bereskan kamar tamu kemudian langsung masak “

“Iya Tuan,” jawab semuanya serempak.

“Kamu Nak, sekarang siap-siap ya, kita beli lagi ikan hiasnya sekalian menjemput Kakak di stasiun, biarkan dia dikubur sama Parjo. Dan ingat pesan Ayah, lain kali kalau anak-anak sedang bermain bola di lapangan sebelah sebaiknya jendelanya ditutup saja biar kejadian ini tidak terulang lagi”

Yah … dua mayat tanpa busana itu adalah sepasang ikan hias yang mati karena tanpa sengaja anak-anak yang bermain sepak bola menendang bola masuk kamar tamu melalui jendela dan mengenai aquarium di atas meja yang menyebabkan aquarium pecah dan airnya tumpah serta ikannya terlempar keluar dan mati.




Oleh:

Dayani Hamida 

Komentar